Sabtu, 22 November 2014

Tidak ada Kesempatan untukku

cafe Dinar, seperti biasa aku menikmati kesendirianku di cafe ini, duduk sendiri diantara keramaian orang. Aku menempati ruang pojok jendela sambil sesekali menikmati rintiknya hujan. Terkadang aku sempat berfikir untuk diriku sendiri, kenapa aku seperti ini, kenapa aku selalu sendiri, kenapa aku tidak memiliki kekasih sampai detik ini. Orang yang kusukai selalu tidak pernah balik menyukaiku dan malahan orang yang kusuka sudah memiliki kekasih. Begitulah siklus yang kualami. Bukankan manusia berhak mencintai orang yang benar-benar layak untuk di cintai?
Tapi hal itu seakan akan tabu ditelingaku. Aku tak pernah benar-benar merasakan mencintai orang yang benar-benar kucintai. Tuhan seperti tak adil padaku.

"hey Gi"
aku terkejut mendengar suara itu, suara berat yang membuyarkan lamunanku seperti tak asing ditelinga.

"kamu" aku memicingkan sedikit mataku, untuk memastikan yang berada di depanku benar-benar dia.

"kenapa Gi, ko mukanya kayak gitu?"

"g..ga papa Dim, kaget aja ketemu kamu disini" aku gia. Jawab kaku.
Tuhan kenapa dia dateng di kehidupan ku lagi. Membuat rasa dagdigdug yang dulu muncul kembali.

"sendirian aja Gi?"

aku hanya mengangguk.
Canggung mulai menghantui antar kita. seakan akan tak ada hal yang ingin dibicarakan. Aku sempat sedikit mencuri pandang kearahnya melihat bagian-bagian yang sudah mulai berubah dan aku ingin menyimpannya di dalam memory otakku untuk kubawa pulang dan kuingat sewaktu aku merindukannya. Badannya lebih tegap dan berisi, rambutnya mulai sedikit gondrong, lebih tampan seperti ini. mukanya lebih dewasa sekali.

"oh iya Gi mau minum apa?".Dimas memecahkan kesunyian yang berlangsung berapa menit yang lalu.

"aku udah minum ko, kamu aja yang mesen deh"

"Gi mumpung aku ketemu kamu disini aku mau ngasih ini". Tiba-tiba Dimas mengeluarkan benda berbentuk persegi panjang dari dalam tasnya seperti undangan, ya tepatnya undangan pernikahan. Disitu tertulis wedding card M. Dimas Spautra dan Siska Novianti akan melangsungkan pernikahan pada tanggal 12 Oktober 2012.
Tuhan cobaan apa lagi yang engkau berikan. Apakah engkau tidak senang melihat aku bahagia. Sedikit saja. Kufikir engkau mempertemukan dia dengan ku untuk mengembalikan senyumku yang sejak lama tak pernah kuberikan untuk pria lain kecuali dia yang ada didepan ku. Kenyataan yang kulihat sekarang di meja itu ada sebuah wedding card yang sebentar lagi pria didepan ku akan menjadi suami perempuan lain. Aku merunduk dan air mata pun tak tertahan keluar dari pelupuk mataku. Tak peduli Dimas melihatku menangis.

"Gi maaf, akhirnya Dimas bersuara.
Sebenarnya aku tau udah lama dari Sarah kalo kamu ada rasa dengan ku. Tapi maaf aku tak bisa membalas  perasaanmu, yang ada di hatiku sekarang hanya Siska calon istriku. Tolong jangan berharap lebih dengan ku Gi karena aku gak baik buat kamu. Aku yakin kamu bisa menemukan lelaki yang pantas untukmu yang jauh lebih baik dari aku. Sekali lagi aku minta maaf. Kuharap kita masih bisa jadi teman".

"Untuk apa kamu minta maaf, maaf mu tidak akan memperbaiki semua yang udah terjadi. Akhirnya Gia bersuara masih dengan air mata yang menetes. Kufikir selama ini aku mencintai orang yang tepat, tapi ternyata aku salah. Aku terlalu  bodoh dengan perasaan ku, aku terlalu bodoh menyia-nyiakan waktu ku untuk tetap mencintaimu. Trimakasih sudah datang di kehidupanku, trimakasih sudh menjadi 'TEMAN' untukku. Trimakasih sudah membuat perasaanku terombang-ambing."
Dimas berdiri mematung membelakangi Gia. Tadinya dia mau langsung meninggalkan cafe ini setelah tiba-tiba Gia mengeluarkan kata-kata yang menurut Dimas sarkasme. Dimas ingin berbalik melihat keadaan perempuan itu, tapi kakinya seperti tak sanggup untuk mendekati perempuan itu. Jika Dimas kembali ketempatnya masalahnya akan menjadi panjang. Dimas selalu tak tega melihat perempuan menangis tapi untuk kali ini Dimas tega. Dia malah langsung berjalan meninggalkan cafe Dinar dengan dilihat banyak sorot mata yang menyaksikan kejadian tadi.

12Oktober 2012
 hari ini 12 oktober. Tak ada tetesan air mata yang berkumpl di pipiku. Di depanku Dimas bersama calon istrinya. uum aku harus berkata jujur mereka berdua sangat serasi. Dibalut dengan gaun cantik berwarna abu-abu, begitupun sang lelaki memakai jas berwarna senada dan dekorasi pernikahannya dibuat sangat apik.

Mungkin benar seperti ini, dari awal tak pernah ada namaku di takdirmu. Takdirmu memang benar bersama wanita yang sekarang berada di sampingmu, yang kau sematkan cincin itu di jari manisnya.















Tidak ada komentar:

Posting Komentar